(Bupati Natuna saat menerima tim riset BRIN dan INVEST SEA di ruang kerjanya)
Natuna, News Faktual Net – Dalam ruang kerja di Bukit Arai, Bupati Natuna Cen Sui Lan berbicara lantang. Suaranya tegas, tatapannya penuh keyakinan. Bagi Cen, hanya ada satu jalan agar daerah perbatasan ini mampu mengejar ketertinggalan yaitu diskresi kebijakan.
“Natuna butuh diskresi dalam mempercepat kemajuan di perbatasan. Tanpa itu, sulit bagi kami mengejar ketertinggalan,” ujarnya saat menerima tim riset BRIN dan INVEST SEA di Ranai, Kamis (21/8).
Natuna bukanlah wilayah biasa. Kabupaten ini berdiri tepat di jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, jalur sibuk kerap dilintasi kapal asing, termasuk kapal pencuri ikan. Dari sisi geopolitik, Natuna adalah garda terdepan NKRI.
Namun di balik posisi strategis itu, pembangunan di Natuna tersendat. Hambatan bukan semata soal anggaran, melainkan keterbatasan kewenangan. Sektor laut, energi, dan mineral masih sepenuhnya dikendalikan pusat dan provinsi.
“Kalau bicara kewenangan, itu harus ubah undang-undang. Karena itu Natuna perlu diberi kelonggaran aturan, tidak hanya mengikuti regulasi baku,” tegas Cen.
Bagi Cen Sui Lan, diskresi bukan sekadar “kelonggaran” aturan, melainkan kunci menjaga kedaulatan sekaligus menggerakkan roda ekonomi. Ia menyadari, tanpa pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja, posisi strategis Natuna hanya akan menjadi slogan belaka.
“Ekonomi harus tumbuh, lapangan kerja tersedia. Kalau kami tidak diperhatikan, marwah negara bisa dipertaruhkan,” imbuhnya.
Isu diskresi juga menyentuh sektor pendidikan. Minimnya listrik dan internet membuat anak-anak Natuna kesulitan bersaing.
“Kalau aturan nasional diterapkan mentah-mentah, anak-anak kita akan tertinggal. Perlu kebijakan afirmatif,” katanya menambahkan.
Meski dibayangi berbagai keterbatasan, Natuna sudah menyiapkan sejumlah terobosan. Pemda mengantongi izin dari Kementerian Perhubungan untuk membuka jalur ekspor-impor. Selain itu, rencana Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) berbasis hilirisasi pasir kuarsa tengah digodok.
“Pasir ini jangan lagi keluar mentah. Harus diolah jadi produk bernilai tambah. Itu akan membuka lapangan kerja,” jelas Cen.
Namun mimpi besar itu belum bebas dari hambatan klasik. Masih ada daerah listrik belum menyala 24 jam, jaringan internet masih timpang, dan akses penerbangan terbatas.
“Super Air Jet sudah survei. Tapi kalau kondisi tidak berubah, sulit ada penerbangan tambahan,” ujarnya.
Di sektor pariwisata, Natuna punya modal besar dengan geopark yang eksotis. Sayangnya, harga tiket pesawat sangat tinggi membuat kunjungan wisatawan belum optimal.
“APBD Natuna masih defisit. Karena itu kita butuh diskresi pusat. Tanpa kebijakan afirmatif, Natuna akan terus tertinggal,” pungkas Cen.(Roy)
telah dibaca :
97