Ketika Aset Negara di Sewakan dan Hasilnya Masuk Kantong Pribadi Apa Langkah APH ?

(foto sesuai dengan isi berita)

 

Natuna, News Faktual Net – Praktik dugaan korupsi berjamaah kembali mencoreng dunia pendidikan. Kali ini, skandal menyangkut penyewaan secara ilegal aset negara, berupa tanah dan bangunan sekolah mencuat. Tak kurang dari 63 kios/warung kantin tersebar di 54 sekolah SD dan SMP negeri dilaporkan menyewakan lahan sekolah di Natuna tanpa dasar hukum yang sah.

Parahnya, praktik ini sudah berlangsung selama satu dekade, tanpa tersentuh aparat penegak hukum.

Dalam penelusuran wartawan modus praktik ini cukup sistematis. Sejumlah kepala sekolah menyewakan ruang sekolah, seperti lahan kosong, koridor, dan bangunan kosong, kepada pedagang kantin. Uang sewa dikutip langsung oleh juru pungut sekolah, dan dibelanjakan tanpa pelaporan resmi.

“Kalau pakai listrik sekolah, nambah lagi bayar Rp50 ribu sebulan,” kata WI, salah satu pedagang yang ditemui di wilayah Bunguran Timur. WI mengaku telah menyewa selama beberapa tahun, dan tidak pernah mendapat kwitansi resmi dari pemerintah daerah.

Lebih mengejutkan lagi, hasil investigasi mencatat, pada tahun 2024 saja, uang sewa yang terkumpul mencapai Rp75.480.000. Jika dirata-rata selama 10 tahun, potensi uang yang “hilang” bisa menembus hampir satu miliar rupiah.

Padahal, praktik penyewaan ini memiliki dasar hukum yang sah jika dijalankan sesuai ketentuan. Dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2018 merupakan perubahan dari Perda Nomor 8 Tahun 2013, dan terbaru Perda Nomor 15 Tahun 2023, telah diatur soal retribusi kios dan kantin milik daerah.

Namun, selama 10 tahun berjalan, tidak satu rupiah pun dari penyewaan ini disetor ke rekening kas daerah. Ini artinya, ratusan juta rupiah potensial Pendapatan Asli Daerah (PAD) justru dinikmati pribadi-pribadi tak bertanggung jawab.

Sorotan kini mengarah pada dua pejabat penting di lingkungan Dinas Pendidikan Natuna:

Hendra Kusuma Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Umar Wirahadi Kusuma Kepala Bidang Pembinaan Pendidikan Dasar

Keduanya dinilai melakukan pembiaran sistemik, karena praktik ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun, melibatkan banyak sekolah, namun tidak ada teguran atau sanksi yang diberlakukan.

Hingga berita ini diturunkan, keduanya belum memberikan keterangan resmi. Umar hanya menyampaikan kepada wartawan bahwa mereka “siap ditemui” pada 30 Juli 2025.

Dari data yang dihimpun sekolah-sekolah yang menyewakan aset tanpa izin resmi tersebar di berbagai kecamatan. Berikut sebagian daftarnya:

SMP Negeri 1 Bunguran Timur – 9 kantin (tanpa izin)

SD Negeri 007 Ranai Darat – 7 kantin (izin dari sekolah)

SD Negeri 003 Gunung Putri – 3 kantin (tanpa izin)

Total: 63 kantin dari 54 sekolah (26 di antaranya tanpa izin legal)

Jika merujuk pada Pasal 3 dan 5 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jelas praktik ini melanggar hukum.

Pasal 3 Setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan merugikan keuangan negara dipidana paling lama 20 tahun dan/atau denda Rp1 miliar.

Pasal 5: Memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu diancam dengan pidana penjara maksimal 5 tahun.

Sayangnya, hingga saat ini Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Natuna maupun Kasat Reskrim Polres Natuna belum memberikan komentar. Ketika dikonfirmasi via pesan singkat, belum ada tanggapan.

Kasat Reskrim Polres Natuna maupun kasi pidsus belum dapat dihubungi. Masyarakat kini menunggu apakah hukum benar-benar ditegakkan di negeri berjuluk “Gerbang Utara NKRI” ini.

Korupsi di sektor pendidikan adalah kejahatan berlapis tidak hanya merugikan negara, tapi juga mencoreng dunia pendidikan dan menciptakan budaya permisif. Skandal kantin sekolah di Natuna ini bisa jadi hanyalah puncak dari gunung es.

Kini, tinggal menunggu apakah penegak hukum berani masuk dan membongkar praktik ini sampai ke akar-akarnya.(Roy)



telah dibaca :
122