(Pelaku pembunuh wartawan saat ditangkap. Foto istimewa)
BANGKA BELITUNG, ketroindonesia.co.id – Setelah empat hari menjadi buronan, langkah Hasan Basri akhirnya terhenti. Lelaki berperawakan kurus, selama ini bekerja mengurus kebun milik Adityawarman, wartawan senior sekaligus pemilik media online Okeyboz.com, itu ditangkap pada Senin (11/8/2025) oleh tim gabungan Polda Kepulauan Bangka Belitung dan Polda Sumatera Selatan.
Penangkapan Hasan Basri bukanlah operasi biasa. Ia adalah tersangka utama dalam pembunuhan yang menggemparkan publik Bangka Belitung. Kasus ini membuat banyak pihak terkejut karena korban dikenal luas di dunia pers dan kerap bersuara kritis.
Kejadian tersebut pada, Kamis, 7 Agustus 2025, keluarga Adityawarman melaporkan sang wartawan hilang. Tidak ada tanda-tanda keberadaannya. Telepon genggamnya tak aktif, dan ia tak pulang ke rumah.
Keesokan paginya, tim Polda Babel menurunkan anjing pelacak ke kebun korban di Kelurahan Air Kepala Tujuh, Pangkalpinang. Dari sanalah benang merah terkuak, bau busuk dan tanda-tanda aktivitas mencurigakan di sekitar pondok kebun.
Pencarian berhenti di sebuah sumur tua. Airnya keruh, namun kebenaran yang tersembunyi jauh lebih kelam, jasad Adityawarman ditemukan di dasar sumur itu, dengan tanda-tanda kekerasan tak mungkin diabaikan.
Sejak penemuan itu, nama Hasan Basri langsung masuk daftar pencarian orang (DPO). Ia menghilang sejak hari kejadian.
Informasi demi informasi mengalir, ia terlihat di jalur lintas Sumatera, sempat makan di sebuah rumah makan tanpa membayar, lalu menumpang truk menuju Lampung. Polda Babel mengerahkan unit Jatanras, bekerja sama dengan Polres Ogan Komering Ilir (OKI) dan Polda Lampung.
“Seluruh jalur, termasuk Pelabuhan Bakauheni, sudah dijaga ketat,” ujar Direktur Kriminal Umum Polda Babel, Kombes Pol M. Rivai Arvan. Strategi pengepungan ini berhasil mempersempit ruang gerak pelaku.
Sebelumnya, rekan Hasan, Martin, sudah lebih dulu ditangkap oleh Polsek Tanjung Lubuk, OKI. Penangkapan Martin menjadi kunci yang mempercepat pengungkapan lokasi persembunyian Hasan.
Meski tersangka sudah diamankan, polisi masih menutup rapat dugaan motif pembunuhan ini. Apakah berkaitan dengan pekerjaan korban sebagai wartawan? Ataukah murni konflik pribadi dan ekonomi?
Publik berspekulasi, apalagi rekam jejak Adityawarman menunjukkan ia pernah menyoroti berbagai isu sensitif di Bangka Belitung. Namun, hingga berkas perkara lengkap, semua masih menunggu pernyataan resmi kepolisian.
Kematian Adityawarman menyisakan trauma bagi komunitas pers Bangka Belitung. Ia bukan sekadar wartawan, tapi juga figur senior yang kerap memberi masukan pada jurnalis muda.
Tragedi ini mengingatkan kembali risiko mengintai pekerja media, terutama di daerah rentan konflik kepentingan. Kebebasan pers di Indonesia memang dijamin undang-undang, tapi perlindungan terhadap jurnalis di lapangan masih kerap bergantung pada solidaritas dan dukungan masyarakat.
Kini, publik Bangka Belitung menunggu dua hal, pengungkapan motif sesungguhnya dan proses hukum yang transparan. Penangkapan Hasan Basri menjadi awal, bukan akhir.
Keluarga korban berharap vonis dijatuhkan kelak sepadan dengan kehilangan mereka alami. Di sisi lain, komunitas pers menuntut jaminan agar tragedi serupa tak lagi terulang. Kebebasan dan keselamatan jurnalis bukanlah harga boleh ditawar.
Kasus ini tidak hanya tentang satu nyawa yang hilang. Ia adalah potret rapuhnya perlindungan terhadap pencari kebenaran di negeri ini. Setiap detail pengungkapan kasus Adityawarman akan menjadi ujian, apakah hukum benar-benar berpihak pada keadilan atau sekadar menjadi panggung formalitas.(Rangga)
Editor: Roy
telah dibaca :
133